mardi, juin 20, 2006

Coba ini:
http://islam.about.com/od/familycommunity/bb/travel_tips.htm


Blogged on 11:38 PM

~~~

jeudi, décembre 22, 2005

Sulit kah Meninggalkan Kebiasaan Merokok

Jeddah-RoL -- Badan Kesehatan Dunia (WHO) setiap tahun mengampanyekan hari tanpa tembakau, satu hari khusus untuk berkampanye untuk tidak berhubungan dengan rokok dan berbagai jenis produk tembakau.

Berbagai penelitian ditemukan dalam tembakau dan asap rokok sedikitnya terdapat 400 zat berbahaya bagi kesehatan manusia. Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia dan Pemerintah Indonesia melakukan hal yang sama. Hanya saja Majelis Ulama masih berbeda pendapat mengenai kebiasaan merokok, ada yang mengharamkan dan ada yang menghukumi sebagai makruh saja.

Jamaah haji Indonesia setibanya di Bandara King Abdul Aziz Jeddah langsung mengambil bungkusan rokok, menyulut dan menghisapnya. Sebuah pemandangan yang mudah didapatkan di mana-mana. Di tempat tunggu pemberangkatan maupun di kedai-kedai, bahkan di tempat-tempat terlarang seperti ruangan berpendingin udara.

Jamaah bahkan sudah mempersiapkan diri sebagai perbekalan yang tidak dapat ditinggalkan. Selain susah untuk mendapatkan rokok jenis kretek di Saudi Arabia, juga harganya sangat mahal. Ketika memasuki Bandara di antara barang bawaan ditemukan sejumlah besar bungkusan rokok, selain untuk keperluan sendiri juga berbagi sesama perokok.

"Hak azasi," demikian dalih yang dijadikan pembenar ketika ada larangan merokok di tempat umum. Hanya saja hak orang yang tidak merokok juga memiliki hak yang sama untuk memperoleh udara segar yang terbebas dari asap tembakau.

Perokok pasif demikian dampak yang diakibatkan dari menghisap udara yang tercemar asap rokok akan berakibat sama dengan para perokok aktif. Berbagai penelitian bahkan menyebutkan dampak yang ditimbulkan jauh lebih berbahaya bagi kesehatan para perokok pasif.

source



Blogged on 1:32 PM

~~~

jeudi, décembre 15, 2005

Boleh Bawa Rendang

Makanan sering menjadi persoalan bagi jamaah haji. Padahal jamaah haji, terutama yang ONH biasa akan berada cukup lama di Tanah Suci. Jika soal makan tak diperhatikan, dampaknya akan buruk bagi kondisi kesehatan. Jika kesehatan memburuk sudah tentu ibadah akan terganggu.

Persoalan makan mulai timbul sejak di asrama haji, sesampainya di bandara, selama perjalanan ke Madinah dan Makkan, dan sesampainya di tujuan. Di asrama haji yang banyak terjadi jamaah terlambat mendapat jatah makan. Di bandara, bisa terjadi jamaah harus menunggu berjam-jam, padahal tidak ada jatah makan. Sedangkan dalam perjalanan dari Jeddah ke Madinah kadang waktu makan terlewat karena ulah sopir yang tak berhenti di pemberhentian seharusnya.

Untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan itu, sebaiknya tiap jamaah menyediakan makanan kecil di tas tentengannya masing-masing. Jamaah bisa membawa persediaan biskuit, roti, kacang-kacangan, dan minuman. Selama di Tanah Suci jamaah bisa membeli makanan atau memasak sendiri. Makanan jadi bisa mudah didapat di Madinah dan Makkah. Banyak pedagang TKW Indonesia yang menawarkan makanan sampai ke depan pintu penginapan. Harganya 3 hinga 5 riyal (satu riyal sekitar Rp 3.000).

Menunya, ikan atau telur dengan sayur. Jika mau makan di warung Indonesia harganya harga 5 hingga 15 riyal. Mau makan masakan Arab, kebuli, kebab, panggang sapi ayam, kambing juga boleh. Harganya di atas 5 riyal. Ingat sebelum makan ketahui dulu secara pasti berapa harganya.Selama di Arafah dan Mina, makanan disediakan. Namun jika ingin membeli juga banyak pedagang yang menyediakan. Dalam perjalanan, jangan lupa membawa makanan kecil karena sangat mungkin perjalanan ke Arafah dan kembali ke Mina memakan waktu lama.

Jika jamaah ke Arafah dengan jalan kaki, jangan lupa bekali tas ransel dengan makanan dan minuman, mengantisipasi kesulitan mendapat makan di jalan. Bila tidak ingin memasak jamaah haji bisa membawa makanan yang tahan lama dari Tanah Air. Misalnya rendang, abon, dendeng, mie, sambal goreng kacang, atau makanan lainnya. Makanan khas Tanah Air ini sangat membantu untuk mempertahankan nafsu makan.

Jika jamaah ingin memasak sendiri, bisa dilakukan di penginapan. Namun kondisi penginapan tak semua sama. Ada yang menyediakan dapur dan peralatan masaknya. Namun ada juga yang tak membolehkan masak di penginapan. Ada jamaah yang mengantisipasi larangan memasak di penginapan ini dengan memasak di kamar mandi.

Jika ingin memasak sendiri sebaiknya dilakukan dalam kelompok. Ada pembagian tugas membawa peralatan masak. Dengan begitu beban tidak menumpuk pada satu jamaah. Perlu diingat pula, jangan membawa kompor atau magic jar dari Tanah Air. Barang-barang itu bisa mudah didapatkan di Tanah Suci. Sia-sia saja memasukkan perlengkapan tersebut ke dalam koper, karena pasti nanti akan dirazia.

Bahan-bahan masakan juga bisa didapat dengan mudah di Makkah maupun Madinah. Sayuran, beras, buah, telur, ikan, daging, bisa mudah dibeli. Ada baiknya bumbu dibawa dari Tanah Air. Boleh juga membawa kecap, sambal botol, dan saus. Sebenarnya, begitu tiba di bandara Jeddah, jamaah langsung mendapat makanan kecil untuk bekal perjalanan. Begitu sampai di Wadi Quded (jika ke Madinah) atau sampai di penginapan (jika langsung ke Makkah) disediakan makan besar. Setelah itu besoknya baru makan sendiri atau disediakan, jika di Madinah. Teorinya begitu, tapi di lapangan banyak teori tak sesuai kenyataan.

Sejak tahun lalu selama di Madinah jamaah disediakan makan sebanyak dua kali sehari, pagi dan malam. Pagi hari sarapan datang sekitar pukul 09.00 sampai pukul 10.00. Dan makan malam datang setelah Shalat Magrib. Namun waktu datang makanan ini tak selalu tepat. Makan pagi kadang datang molor hingga pukul 14.00. Makan malam, ada yang baru datang pukul 21.00. Tak hanya soal waktu kedatangan, menunya pun kadang bikin keki.

Bersiaplah untuk mendapat menu nasi, buncis, daging kambing, atau ayam berulang-ulang. Soal rasa, jangan tanya. Yang penting dimakan saja. Untuk jamaah ONH Plus, makanan sepertinya tak menjadi persoalan. Hanya saja kadang-kadang rasanya tak selalu cocok dengan dengan lidah orang Indonesia. Jadi jangan bayangkan soto selalu berasa soto seperti yang biasa dimakan di Tanah Air.

Tips makan
-bawa selalu makanan ringan
-bawa makanan tahan lama
-bagi yang masak sendiri lakukan dalam kelompok

source



Blogged on 9:20 AM

~~~

Haji yang Memberdayakan

Yusuf Wibisono
Ketua Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI) Komisariat UI

Salah satu ibadah dalam Islam yang memiliki dampak ekonomi besar adalah ibadah haji. Dengan 200 ribu jamaah haji, di Indonesia, ritual ini mampu memobilisasi dana tak kurang dari Rp 6 triliun per tahun. Namun even ekonomi besar tahunan ini tak mampu memberi dampak yang signifikan pada kehidupan ekonomi umat. Sekian puluh tahun haji dilakukan, umat tetap terpuruk dalam kemiskinan. Kenyataan ironis ini memunculkan wacana yang semakin mengental untuk mereformasi penyelenggaraan ibadah haji.

Secara umum, ketidak-mampuan haji menjadi kekuatan ekonomi umat disebabkan tiga faktor. Pertama, kesalahan sistem yang menempatkan Departemen Agama (Depag) sebagai pemegang monopoli penyelenggara haji dengan menjalankan tiga peran sekaligus; sebagai regulator, operator, dan evaluator. Hal ini menimbulkan conflict of interest dan jelas-jelas bertentangan dengan prinsip good governance.

Kedua, dana haji masyarakat dikelola oleh Depag yang berada di ranah publik. Lembaga pemerintah hanya boleh mengelola dana negara untuk tujuan publik. Menjadi kesalahan fatal menempatkan institusi pemerintah mengelola dana masyarakat karena akan terjadi tabrakan tujuan antara pelayanan publik dan mengejar laba.

Ketiga, tidak ada grand strategy dan political will yang kuat dari pemerintah untuk menjadikan haji sebagai pendorong kebangkitan ekonomi umat. Haji selama ini hanya dipandang sebagai ritual ibadah belaka yang tidak memiliki dampak ekonomi apapun. Paradigma ini seolah dilestarikan sehingga jamaah haji kita rela dengan pelayanan ibadah haji yang sangat buruk, walau telah membayar ongkos yang mahal. Haji pun tak pernah dihubungkan dengan aktivitas ekonomi umat lainnya. Tulisan berikut ini mencoba melihat potensi ekonomi haji secara keseluruhan dan peluang implementasi-nya di Indonesia.

Pembiayaan pembangunan
Lembaga Tabung Haji Indonesia (THI) menjadi usulan yang paling luas mengemuka untuk mengganti peran Depag. Mencontoh kisah sukses Malaysia dengan Tabung Haji Nasional Malaysia (THNM), THI diharapkan akan menjadi BUMN keuangan non-bank yang mengelola dana haji masyarakat secara profesional. THI ini akan menggantikan peran Depag sebagai operator penyelenggara haji.

THI akan menerima pembayaran dana haji dengan memakai sistem tabungan, sehingga akan membantu setiap umat Islam untuk menunaikan haji secara terrencana dan dengan waktu yang lebih cepat. Hal ini tidak hanya membawa implikasi positif secara agama tetapi juga secara ekonomi. Dana tabungan haji yang disetor lebih awal, dapat diinvestasikan terlebih dahulu pada sektor usaha yang aman dan sesuai dengan ketentuan syariah. Dengan demikian, dana tabungan haji akan menjadi salah satu alternatif sumber pembiayaan pembangunan jangka panjang yang murah. Dana tabungan haji yang dikelola THI akan membebaskan dana-dana jangka pendek yang selama ini dipergunakan untuk pembiayaan pembangunan jangka panjang. Dana THI juga akan menambah volume kredit tanpa menambah uang beredar, sehingga akan memberi stimulus perekonomian dengan tetap menjaga stabilitas tingkat harga.

Dalam kasus Indonesia --yang mengalami defisit anggaran, dana THI dapat dipergunakan untuk membeli BUMN yang diprivatisasi pemerintah, khususnya BUMN strategis seperti Indosat dan PT Dirgantara Indonesia. Dengan demikian, kemanfaatan dana THI menjadi berlipat ganda, yaitu mengembangkan dana dalam bentuk investasi dan sekaligus mempertahankan aset penting negara.

Haji dan LKS
Dalam mengelola dana tabungan haji, selain dituntut profesional, THI juga harus sesuai dengan tuntunan syariah. Tidak boleh ada pengelolaan dana haji yang terkait dengan riba, gharar, maysir, dan hal-hal yang bathil. Maka dalam operasional-nya, THI akan selalu berhubungan dengan lembaga keuangan syariah (LKS), baik perbankan syariah, asuransi syariah, maupun lembaga investasi syariah lainnya. Menjadi ironis bila selama ini dana haji dikelola oleh lembaga keuangan konvensional.

Jika hal ini dapat dilaksanakan, maka dampaknya terhadap perkembangan LKS akan sangat besar. Sebagai misal, hingga November 2004, dana yang berhasil dihimpun oleh perbankan syariah baru mencapai Rp 10,5 triliun. Bayangkan bila dana Rp 6 triliun dapat sepenuhnya dikelola di dalam bank syariah, tentu akan terjadi penambahan dana yang luar biasa bagi perbankan syariah. Dengan mobilisasi dana LKS yang semakin besar, maka dampaknya terhadap perekonomian akan semakin positif, yaitu dinamisasi sektor riil terutama usaha kecil menengah (UKM), stabilitas sektor keuangan, dan stabilitas tingkat harga.

Penyelenggaraan ibadah haji banyak melibatkan berbagai komponen yang memiliki nilai ekonomi besar, sehingga berpotensi menciptakan lahan bisnis yang sangat menggiurkan. Mulai dari transportasi dari Tanah Air ke Tanah Suci, pemondokan, katering, hingga bisnis kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH). Untuk aspek-aspek pelaksanaan haji inilah perhatian Depag banyak tercurah. Dengan posisi monopoli yang menempatkannnya sebagai ''biro perjalanan haji terbesar di dunia'', Depag telah membuat haji sebagai arena perburuan rente ekonomi tahunan oleh birokrasi dan para kroni-nya.

Aroma bisnis yang kental di tangan satu pihak inilah yang selama ini menjadi arena KKN yang sangat subur. Terlebih dengan akumulasi sisa dana haji yang dilegalkan menjadi dana abadi umat (DAU), telah membuka praktik politik uang --tidak hanya di lingkungan Depag tetapi juga telah menyebar ke lingkaran kekuasaan lainnya. Hal ini tentu memprihatinkan, karena ibadah haji yang suci justru menjadi sumber praktik bisnis dan politik tidak terpuji.

Dengan pendirian THI, maka THI akan menggantikan peran pelaksana ibadah haji yang selama ini dilakukan Depag. Dengan demikian, Depag akan bisa lebih fokus pada fungsi regulasi dan pengawasan yang selama ini terabaikan. Untuk memacu efisiensi, THI tidak boleh melakukan monopoli. THI harus dihadapkan pada persaingan sehat dengan menempatkan biro perjalanan haji swasta sebagai pelaksana haji pendamping. Dengan demikian, jamaah akan mendapat pelayanan prima dengan ongkos yang murah. Pada saat yang sama, peran sektor swasta teroptimalkan sehingga akan menggerakkan sektor riil.

Haji dan kemiskinan
Dari sisi agama, salah satu permasalahan dalam ibadah haji, adalah haji ulang; yaitu mereka yang melaksanakan haji untuk yang kedua kali dan seterusnya. Secara formal, haji ulang adalah sunnah. Namun dalam perspektif kontemporer, sangat mungkin haji ulang bukan lagi sunnah.

Di Indonesia, kemiskinan adalah luas dan persisten. Kemiskinan adalah sumber dari semua permasalahan sosial-kemasyarakatan seperti kriminalitas, penurunan kualitas hubungan sosial, kenakalan remaja, anak-anak telantar, hingga penyalahgunaan obat terlarang. Maka di dalam Islam, menyantuni fakir miskin adalah maslahah yang bersifat qath'i, karena secara jelas disebut Alquran berulang kali. Dalam perspektif ini, tentu lebih baik untuk mengentaskan kemiskinan yang bersifat wajib daripada mendahulukan haji ulang yang hanya sunnah.

Maka THI dapat menyosialisakan kepada mereka yang hendak haji ulang agar mengurungkan niatnya, karena dalam kasus Indonesia di mana kemiskinan dan masalah sosial ummat Islam lainnya yang bersifat wajib masih sangat banyak haji ulang sangat mungkin tidak lagi bernilai sunnah. Pada saat yang sama, mereka diimbau untuk menyerahkan dana haji ulang ke THI atau LSM untuk program pengentasan kemiskinan. Jika haji ulang tidak bisa dicegah, setidaknya harus ada disinsentif. Sebagai misal, bagi mereka yang ingin haji ulang diharuskan membayar setoran tabungan secara penuh di awal, namun dengan keberangkatan 4-5 tahun kemudian. Sehingga dana haji ulang ini akan tertahan lama di THI dan akan menjadi dana murah yang dapat dipergunakan untuk investasi jangka panjang, khususnya yang terkait dengan program pengentasan kemiskinan.

source



Blogged on 8:44 AM

~~~

Sabar, sabar, dan sabar. Itu tiga nasihat yang sering diberikan pembimbing kepada calon jamaah haji sebelum berangkat Tanah Suci.Pada kenyataannya memang calon jamaah haji harus punya persediaan segunung kesabaran untuk menghadapi keadaan yang sering di luar perkiraan semula.

Kesabaran calon jamaah sudah diuji saat berada di asrama haji atau bahkan saat keberangkatan. Kemacetan menuju asrama, pemeriksaan yang bertele-tele, sulitnya bertemu dengan keluarga sangat mungkin terjadi. Pemeriksaan dokumen kadang memerlukan waktu berjam-jam. Makanan di asrama belum tentu sesuai selera. Belum lagi kadang barang-barng yang masih diperlukan di asrama sudah telanjur masuk dalam koper besar.

Di bandara, sering pula rencana perjalanan tak sesuai yang diharapkan. Bis kadang datang terlambat, macet di jalan, atau bahkan tak dapat tempat duduk. Masih untung kalau pesawat tak terlambat. Yang terjadi sering jamaah harus menunggu pesawat berjam-jam. Setelah pesawat mengudara, tak berarti kemungkinan kondisi di luar dugaan tak terjadi. Tahun lalu, beberapa pesawat kembali ke landasan setelah mengudara karena ada kesulitan teknis. Ada pula kejadian, seluruh jamaah yang sudah menunggu di dalam pesawat kembali turun karena pesawat mengalami kerusakan. Kemungkinan lain, pesawat sudah mengudara beberapa lama, namun harus mendarat sementara di suatu bandara karena ada kesulitan teknis.

Saat mendarat di Jeddah atau Madinah, kesabaran jamaah kembali diuji. Pemeriksaan di imigrasi bisa cepat tapi juga bisa berjam-jam. Jamaah harus berdiri sambil menenteng tas memasuki pos demi pos. Belum lagi menghadapi para petugas yang sepertinya tak menghargai tamu-tamu Allah. Mencari koper juga memerlukan perjuangan yang tak kalah beratnya. Para jamaah harus mencari sendiri kopernya di tengah ratusan koper jamaah lainnya yang sama bentuk, ukuran, dan warnanya. Kadang koper dipaksa oleh petugas untuk dibuka dan disuruh mengelurkan isinya.

Lepas dari keruwetan di Jeddah, hal tak terduga lain siap menunggu. Perjalanan Jeddah-Madinah yang sekitar 4.500 Km biasanya ditempuh dalam waktu sekitar lima jam. Untuk haji biasa, jamaah akan berhenti di Wadi Qudaid untuk makan. Yang terjadi sering si sopir tak berhenti di lokasi itu. Berhentinya di lokasi lain sehingga jamaah harus bayar ketika makan. Atau yang tak makan terpaksa menahan lapar di dalam bis dalam cuaca yang dingin.

Tak jarang pula sopir-sopir yang membawa jamaah haji mogok, tak mau berangkat sebelum jamaah memberi tips. Masih untung kalau tibanya tepat waktu, tak jarang sopir berputar-putar karena tak tahu jalan. Sedangkan komunikasi dengan sopir tak bisa berjalan karena mereka tak bisa bahasa Inggris.

Di Madinah, jamaah sering shock dengan makanan yang disediakan. Sejak tahun lalu, selama di Madinah jamaah disediakan makan. Tapi bersiaplah menghadapi kemungkinan makan datang terlambat, sudah basi, atau tak sesuai dengan selera. Kondisi penginapan juga bisa membuat jamaah geram. Kadang, bangunan empat lantai tapi tak dilengkapi lift. Ada juga yang tempat tidurnya hanya dipan, atau pintu dan jendelanya tak bisa dikunci dengan benar. Lebih kesal lagi kalau membanding-bandingkan dengan jamaah lain. Bayarnya sama kok ada yang dekat masjid dan bagus dan ada yang satu kilometer dari masjid dengan kondisi parah.

Padatnya Makkah pada puncak musim haji kalau tak disikapi dengan sabar, bisa membuat jamaah stres. Segala kemungkinan yang tak diduga bisa saja terjadi. Untuk masuk ke Masjidil Haram saja membutuhkan perjuangan yang berat. Terlambat satu jam dari waktu shalat tak bisa masuk ke dalam. Untuk antre keluar masjid bisa berjalan bersingsut selama satu jam. Belum lagi soal penginapan, makanan, jadwal, dan problem kesehatan yang biasanya sudah mulai muncul.

Saat wukuf di Arafah juga sering tak sesuai rencana. Yang banyak terjadi adalah kendaraan terjebak berjam-jam sehingga terlambat masuk di Arafah. Sekembali dari Arafah menuju ke Mina, bersiapkan menghadapi kemungkinan kendaran tak bisa berhenti di Muzdalifah karena saking padatntya jalan. Padahal dalam ritual haji, bermalam sebentar di Muzdalifah merupakan keharusan. Terjebak di bis dalam kondisi panas dan kesal karena tak bisa ke Muzdalifah sering menimpa jamaah.

Saat melempar jumrah bersiapkan dengan kemungkinan hilang dari rombongan, kelelahan yang sangat dan berdesak-desakan. Kemungkinan lain yang banyak terjadi adalah jamaah tersesat tak tahu di mana letak tendanya. Menjelang pulang ke Tanah Air jamah juga masih akan menghadapi kondisi yang tak sesuai rencana. Tahun-tahun lalu banyak jamaah ONH plus yang terkatung-katung di bandara atau tak dapat tempat menginap di Jeddah. Menjelang naik pesawat jamaah juga tak jarang harus menahan sabar menghadapi kondisi penerbangan haji yang sangat tidak bisa diprediksi.

Siapkan diri Anda menghadapi kondisi apa pun yang terjadi di Tanah Suci nanti. Untuk menghilangkan kejenuhan lebih baik membaca-baca buku panduan haji atau memperbanyak berdoa. Fokuslah pada ibadah haji yang sedang dilakukan. Anggap saja semua hal yang terjadi yang tak diiginkan itu sebagai ujian. Menggerutu dan menyesali keadaan tak banyak membantu. Yang terbaik sekali lagi adalah sabar, sabar, dan sabar.

source


Blogged on 8:38 AM

~~~

jeudi, décembre 08, 2005

1)WAS WAS SAAT MELAKUKAN TAKBRATUL IHRAM

Ibnul Qayyim berkata, "Termasuk tipu daya syetan yang
banyak menggangu mereka adalah was-was dalam bersuci
(berwudhu) dan niat atau saat takbiratul ihram dalam
shalat".


2)TIDAK KONSENTRASI SAAT MEMBACA BACAAN SHALAT

Sahabat Rasulullah SAW yaitu 'Utsman bin Abil 'Ash
datang kepada Rasulullah dan mengadu, "Wahai
Rasulullah, sesungguhnya syetan telah hadir dalam
shalatku dan membuat bacaanku salah dan rancu".
Rasulullah SAW menjawab, "Itulah syetan yang disebut
dengan Khinzib. Apabila kamu merasakan kehadirannya,
maka meludahlah ke kiri tiga kali dan berlindunglah
kepada Allah SWT. Akupun melakukan hal itu dan Allah
SWT menghilangkan gangguan itu dariku" (HR. Muslim)


3)LUPA JUMLAH RAKAAT YANG TELAH DIKERJAKAN

Abu Hurairah r.a berkata, "Sesungguhnya Rasulullah SAW
telah bersabda, "Jika salah seorang dari kalian
shalat, syetan akan datang kepadanya untuk menggodanya
sampai ia tidak tahu berapa rakaat yang ia telah
kerjakan. Apabila salah seorang dari kalian mengalami
hal itu, hendaklah ia sujud dua kali (sujud sahwi)
saat ia masih duduk dan sebelum salam, setelah itu
baru mengucapkan salam" (HR Bukhari dan Muslim)


4)HADIRNYA PIKIRAN YANG MEMALINGKAN KONSENTRASI


Abu Hurairah r.a berkata, "Rasulullah SAW bersabda,
"Apabila dikumandangkan adzan shalat, syetan akan
berlari seraya terkentut-kentut sampai ia tidak
mendengar suara adzan tersebut. Apabila muadzin telah
selesai adzan, ia kembali lagi. Dan jika iqamat
dikumandangkan ia berlari. Apabila telah selesai
iqamat, dia kembali lagi. Ia akan selalu bersama orang
yang shalat seraya berkata kepadanya, ingatlah apa
yang tadinya tidak kamu ingat! Sehingga orang tersebut
tidak tahu berapa rakaat ia shalat" (HR Bukhari)


5) TERGESA-GESA UNTUK MENYELESAIKAN SHALAT

Pada zaman Rasulullah SAW ada orang shalat dengan
tergesa-gesa. Akhirnya Rasulullah SAW memerintahkannya
untuk mengulanginya lagi karena shalat yang telah ia
kerjakan belum sah. Rasulullah SAW bersabda kepadanya,
"Apabila kamu shalat, bertakbirlah (takbiratul ihram).
Lalu bacalah dari Al-Qur'an yang mudah bagimu, lalu
ruku'lah sampai kamu benar-benar ruku' (thuma'ninah),
lalu bangkitlah dari ruku' sampai kamu tegak berdiri,
kemudian sujudlah sampai kamu benar-benar sujud
(thuma'ninah) dan lakukanlah hal itu dalam setiap
rakaat shalatmu" (HR Bukhari dan Muslim)


6) MELAKUKAN GERAKAN-GERAKAN YANG TIDAK PERLU

Dahulu ada seorang sahabat yang bermain kerikil ketika
sedang tasyahud. Ia membolak-balikkannya. Melihat hal
itu, maka Ibnu Umar segera menegurnya selepas shalat.
"Jangan bermain kerikil ketika shalat karena perbuatan
tersebut berasal dari syetan. Tapi kerjakan seperti
apa yang dikerjakan Rasulullah SAW". Orang tersebut
bertanya, "Apa yang dilakukannya?" Kemudian Ibnu Umar
meletakkan tangan kanannya diatas paha kanannya dengan
jari telunjuk menunjuk ke arah kiblat atau tempat
sujud. "Demikianlah saya melihat apa yang dilakukan
Rasulullah SAW" kata Ibnu Umar (HR Tirmidzi)


7)MENENGOK KE KANAN ATAU KE KIRI KETIKA SHALAT

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a,
ia berkata, "Saya bertanya kepada Rasulullah SAW
tentang hukum menengok ketika shalat". Rasulullah SAW
menjawab, "Itu adalah curian syetan atas shalat
seorang hamba" (HR Bukhari)


8)MENGUAP DAN MENGANTUK

Rasulullah SAW bersabda, "Menguap ketika shalat itu
dari syetan. Karena itu bila kalian ingin menguap maka
tahanlah sebisa mungkin" (HR Thabrani). Dalam riwayat
lain Rasulullah SAW bersabda, "Adapun menguap itu
datangnya dari syetan, maka hendaklah seseorang
mencegahnya (menahannya) selagi bisa. Apabila ia
berkata ha... berarti syetan tertawa dalam mulutnya"
(HR Bukhari dan Muslim)


9)BERSIN BERULANG KALI SAAT SHALAT

Syetan ingin menggangu kekhusyu'an shalat dengan
bersin sebagaimana yang dikatakan Abdullah bin Mas'ud,
"Menguap dan bersin dalam shalat itu dari syetan"
(Riwayat Thabrani). Ibnu Hajar mengomentari pernyataan
Ibnu Mas'ud, "Bersin yang tidak disenangi Allah SWT
adalah yang terjadi dalam shalat sedangkan bersin di
luar shalat itu tetap disenangi Allah SWT. Hal itu
tidak lain karena syetan memang ingin menggangu shalat
seseorang dengan berbagai cara"


10)TERASA INGIN BUANG ANGIN ATAU BUANG AIR

Rasulullah SAW bersabda, "Apabila salah seorang dari
kalian bimbang atas apa yang dirasakan di perutnya
apakah telah keluar sesuatu darinya atau tidak, maka
janganlah sekali-kali ia keluar dari masjid sampai ia
yakin telah mendengar suara (keluarnya angin) atau
mencium baunya" (HR Muslim)



Blogged on 2:32 PM

~~~

lundi, août 29, 2005

Mengejar Mabrur dengan Bekal ''Kurma''

Setiap orang yang melaksanakan ibadah haji pasti ingin meraih gelar haji mabrur. Sebab, seperti dijanjikan Rasulullah, ''Orang yang mendapatkan haji mabrur, tiada balasan yang lebih baik baginya, kecuali surga''. Tidak mudah untuk mencapai mabrur, yang merupakan puncak prestasi ibadah haji seseorang. Namun, ada ikhtiar yang bisa dilakukan untuk merengkuhnya.

Menurut Mardjoto Fahruri, sekretaris Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) Boyolali, Jawa Tengah, menunaikan ibadah haji perlu membawa bekal ''kurma'' (bahasa Jawa: dibaca ''kurmo''). Apa maksudnya? ''Kalau mendapatkan kenikmatan kita harus selalu bersyukur, kalau menghadapi kesulitan atau cobaan kita harus nrimo atau ikhlas. Dengan modal 'kurma' itu, insya Allah kita akan mendapatkan gelar mabrur,'' katanya. Fahruri menjelaskan, orang yang menunaikan ibadah haji itu adalah orang yang dipanggil Allah atau tamu Allah. ''Sebagai tamu Allah, ia harus mempunyai bekal yang disebut 'kurma', yakni syukur dan nrimo,'' kata Pimpinan Kelompok Pengajian Bani Adam Boyolali.

Lebih jauh, Fahruri mengatakan, syukur dan nrimo itu merupakan modal hidup yang utama. ''Kalau seorang jamaah haji selalu syukur dan nrimo selama menunaikan ibadah haji di Tanah Suci maupun setelah berada kembali di Tanah Air, insya Allah hidupnya akan selamat dan penuh berkah. Apa pun yang terjadi, ia mampu menerimanya dengan ikhlas. Sebab ia yakin, semua itu merupakan kehendak Allah SWT,'' tandasnya.

Meskipun demikian, Fahruri menegaskan, syariah harus tetap ditempuh dengan sebaik mungkin sesuai dengan prosedur dan manajemen yang benar. ''Dari segi jamaah haji maupun umrah, penting untuk selalu syukur dan nrimo. Namun dari segi penyelenggara, pemerintah maupun travel haji/umrah dan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH), harus melaksanakan segala sesuatunya dengan sebaik-baiknya. Hal yang perlu diingat, jamaah haji itu merupakan tamu Allah. Karena itu harus diperlakukan dengan sebaik mungkin sebagaimana layaknya tamu Allah,'' ujarnya.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh Drs H Ahmad Anas MAg, ketua Yayasan Riyadhul Jannah, Semarang. Menurut Anas, selain mengetahui dan memahami tentang tata cara dan makna ibadah haji, hendaknya calon jamaah haji menanamkan nilai-nilai keikhlasan dan kesabaran sejak dini. Sebab, kata dia, banyak peristiwa yang terjadi di Tanah Suci berada di luar jangkauan akal manusia.''Jika kita ikhlas dalam melaksanakan ibadah, niscaya Allah akan memberikan kemudahan bagi kita dalam menunaikan perintah-Nya,'' jelas Pembimbing jamaah haji Travel Razek ini. Suami Hj Siti Alfiaturohmaniah ini menambahkan, keikhlasan dan kesabaran menjadi kunci sukses untuk menggapai predikat haji mabrur.

Mampu
H Ma'mun Efendi Nur, Lc, MA, PhD, staf pengajar IAIN Walisongo Semarang mengatakan, salah satu syarat mutlak yang harus dimiliki seorang calon jamaah haji untuk menunaikan ibadah haji adalah istitho'ah (mampu). Artinya, seorang calon jamaah haji harus memiliki kemampuan, baik kemampuan akan harta benda untuk menunaikan ibadah haji dan untuk keluarga yang ditinggalkan, maupun kemampuan fisik (sehat jasmani dan rohani).

Di samping dua kemampuan di atas, kemampuan lainnya yang juga memiliki peranan penting dalam melaksanakan ibadah haji adalah kesiapan ilmu pengetahuan akan ibadah haji, misalnya makna dan spiritualitas haji, tata cara (manasik) dan lainnya. Faktor kemampuan ilmu pengetahuan tentang ibadah haji ini, sangat penting artinya untuk kesempurnaan ibadah haji (sesuai syarat dan rukunnya) dalam menggapai haji mabrur. Tentu saja, pengetahuan tersebut meliputi banyak hal, sejak proses pendaftaran, pembayaran ONH, perlengkapan dokumen, pengetahuan sejarah haji, serta proses perjalanan dan makna ritual yang terkandung dalam ibadah haji. Proses pembimbingan dan pembinaan haji itulah yang disebut dengan bimbingan manasik haji.

Untuk mempersiapkan itu semua, tidaklah cukup waktu satu hingga tiga bulan sejak dari proses pendaftaran hingga pemberangkatan calon haji ke Tanah Suci. Maka untuk mempersiapkan pengetahuan yang mendalam, setidaknya seorang calon haji bisa mempersiapkan jauh sebelum dirinya berangkat menunaikan rukun Islam yang kelima ini. Ma'mun mengatakan, waktu manasik yang diberikan selama tiga bulan itu terlalu singkat. ''Minimal seorang calon haji harus mempersiapkan diri setahun sebelum ia berangkat ibadah haji,'' kata alumnus Universitas Ummul Qura Madinah kepada Republika.

Ia menambahkan, pengetahuan dan pemahaman akan makna dan tata cara ibadah haji sangat penting artinya bagi calon haji dalam menunaikan rukun Islam yang kelima. Sebab, tanpa pengetahuan dan pemahaman tentang itu, maka ibadah haji tersebut hanya menjadi ibadah rutinitas yang jauh dari nilai-nilai kesempurnaan. ''Jangan sampai, ketika menjadi tamu, tidak mengetahui apa yang akan disampaikan kepada tuan rumah,'' ujar Ma'mun berfilsafat. Pria yang lama bermukim di Tanah Suci itu mengungkapkan, jamaah haji dari Malaysia rata-rata mendapatkan pembekalan dan pengetahuan ibadah haji, jauh hari sebelum melaksanakan ibadah haji. ''Ada yang berguru khusus kepada para ustadz, ada pula yang mempelajari buku-buku tentang haji. Jadi, mereka tidak mendadak mendapatkan pengetahuan tentang tata cara beribadah haji tersebut,'' tutur Ma'mun.

Presiden Direktur PT Nur Rima Al-Waali, Hj Irmawati Asrul SE mengatakan, kemampuan (istithoah) yang dimaksudkan oleh Alquran dalam ibadah haji adalah kemampuan harta benda, ilmu pengetahuan, dan kemampuan fisik. '"Dengan memiliki kemampuan seperti ini, Insya Allah ibadah haji akan diterima Allah SWt,'' kata Hj Irma. Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) itu menambahkan, selain kemampuan di atas, sebaiknya seorang calon haji juga dibekali dengan niat yang tulus dan ikhlas dalam menjalani segala sesuatu. Sebab, ungkapnya, perjalanan haji untuk menggapai predikat haji mabrur, membutuhkan perjuangan yang maksimal. ''Apalagi, jalannya begitu terjal dan banyak godaan yang siap menghalangi upaya kita untuk beribadah,'' jelasnya.

Ia menyebutkan, godaan dan halangan yang biasa dialami oleh jamaah haji saat melaksanakan haji adalah berkata-kata yang kasar, ketus, suka iri dengan urusan orang dan senang menggunjingkan orang lain. Padahal, kata dia, Allah telah menegaskan, bahwa seorang jamaah haji dilarang berkata-kata rafats (berkata jorok/porno), fusuq (fasik, berkata kasar), dan jidaal (menggunjing) selama melaksanakan ibadah haji. ''Tanpa keikhlasan dan kesabaran, niscaya kita akan sering terpeleset untuk berbuat yang dilarang Allah,'' tegasnya.

Tips Haji Mabrur

Apa saja langkah-langkah praktis yang perlu dilakukan oleh seorang calon jamaah haji agar bisa meraih mabrur saat berhaji? Berikut ini tips yang diberikan oleh Ustad Mardjoto Fahruri, sekretaris Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), Boyolali, yang juga Pengasuh Kelompok Pengajian Bani Adam, Boyolali, Jawa Tengah.
* Tobat kepada Allah sebelum pergi berhaji maupun selama menunaikan ibadah haji.
* Gemar berinfak, dalam keadaaan lapang maupun sempit. Baik dengan tenaga, ilmu maupun harta.
* Menahan marah
* Memaafkan kesalahan orang lain, sebelum orang tersebut memohon maaf
* Senang berbuat baik. Perbuatan kita tidak boleh merugikan orang lain. Bahkan kalau bisa menguntungkan orang lain alias muhsin.

source



Blogged on 9:17 AM

~~~

Meraih Haji Mabrur dengan Bekal Takwa

Oleh: Ahmad Kusyairi Suhail MA

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi. Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan seasungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal” (QS Al Baqarah (2): 197).

Salah satu bentuk kasih sayang dan karunia Allah SWT terhadap para hamba-Nya adalah dijadikan bagi mereka musim-musim kebaikan (Mawaasimu”l Khair) guna meningkatkan kesempurnaan kemanusiaannya serta meraih derajat yang tinggi di sisi Allah SWT. Setelah Ramadhan, kini kita tengah memasuki musim kebaikan yang lain, yaitu musim haji. Di dalam musim ini ada sepuluh hari pertama Dzulhijjah yang merupakan hari-hari sangat mulia sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW:

“Tidak ada hari di mana amal shalih di dalamnya lebih dicintai oleh Allah daripada sepuluh hari (Dzhulhijjah) ini.” Lalu para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah, tidak tertandingi oleh jihad fi sabilillah sekalipun”! Beliau menjawab, “(Ya), tidak tertandingi oleh jihad fi sabilillah sekalipun, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa raga dan hartanya, lalu ia tidak kembali dengan apa pun (yakni mati syahid).” HR Bukhari.

Untuk itu terbuka peluang bagi siapa saja, jama”ah haji maupun bukan, untuk merengguk pahala ini dengan memanfaatkan musim kebajikan ini secara maksimal.

Miqat Zamani Haji
Secara zhahir tampak dari ayat di atas bahwa ibadah haji itu memiliki waktu tertentu, yang dalam terminologi fiqih dikenal dengan Miqat Zamani. Waktunya adalah beberapa bulan yang dimaklumi, yaitu bulan Syawal, Dzulqo”dah dan sepuluh hari pertama Dzulhijjah. Karenanya, tidak sah berihram untuk haji kecuali di dalam bulan-bulan yang dimaklumi ini. Inilah pendapat yang rajih (kuat) dalam pandangan banyak ulama”.

Pendapat ini didukung oleh Ibnu Abbas RA, Jabir RA, Atha”, Thawus, Mujahid dan Imam Asy Syafi,i “rahimahumullah-. Meskipun Imam Malik, Abu Hanifah, Ahmad bin Hanbal, Ishaq bin Raahawaih, Ibrahim An Nakha”i, Ats Tsauri dan Al Laits bin Sa”ad “rahimahumullah- berpendapat bahwa berihram untuk haji sepanjang tahun (kapan saja) sah. Hanya saja akan lebih sempurna dan tidak sampai batal jika berihram untuk haji di bulan-bulan tersebut. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT:

“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah, “Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji” QS Al Baqarah (2): 189. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir I/211-212).

Tiga Hal yang Mengotori Kemabruran Haji
Orang yang dipilih Allah SWT dari ratusan juta kaum muslimin untuk menunaikan ibadah haji adalah orang yang sangat beruntung. Beragam keistimewaan dan keutamaan yang berpuncak pada surga yang menantinya jika ia meraih haji mabrur. Namun, ujian dan cobaan yang mengotori kemabruran hajinya juga tidak sedikit. Dari sekian banyak ujian, ada 3 (tiga) hal yang disebut dalam ayat di atas yang perlu senantiasa diwaspadai oleh jama”ah haji, yaitu rafats, fusuq dan jidal.

Sesungguhnya kemunkaran dan hal-hal negatif selama musim haji di tanah suci cukup banyak. Sehingga tidak benar, persepsi sebagian orang bahwa Tanah Suci sepi dari kemaksiatan dan kemunkaran. Ketika Al Qur”an hanya menyebut tiga hal negatif tersebut, hal ini memberikan pemahaman kepada kita bahwasanya peluang untuk melakukan ketiga perbuatan negatif itu dalam “muktamar” yang dihadiri jutaan kaum muslimin sedunia dengan beragam warna kulit, bentuk fisik, suku, ras, bahasa dan adat amatlah besar. Sehingga tidak berlebihan jika ada yang berkomentar, bahwa setiap jama”ah haji berpotensi untuk berbuat rafats, fusuq dan jidal, baik pra haji, di tengah penunaian berbagai manasik (ritual) haji maupun pasca haji, menjelang kepulangannya ke tanah air misalnya.

Ibnu Jarir dalam kitab Tafsirnya (II/273-279) secara panjang lebar menghadirkan penafsiran para ulama tentang “rafats” yang dapat disimpulkan, bahwa “rafats” adalah jima” (bersetubuh) dan permulaan-permulaannya seperti bercumbu serta perkataan yang menimbulkan birahi. Lalu “fusuq” adalah semua bentuk maksiat dan larangan-larangan bagi orang yang berihram. Sedangkan “jidal” adalah berbantah-bantahan, saling panggil memanggil dengan gelar yang buruk dan debat kusir seperti saling mengklaim bahwa apa dilakukan paling baik/benar dan semua perbuatan yang memicu konflik, kedengkian dan permusuhan. Ketiga hal ini diberi penekanan khusus untuk dijauhi, karena Allah SWT menginginkan jama”ah haji untuk melepaskan diri dari segala gemerlap dunia dan tipu dayanya, serta mensucikan diri dari segala dosa dan keburukan. Sehingga terwujudlah tujuan yang diinginkan dari ibadah haji yaitu Tahdzib An Nafs (pensucian jiwa) dan mengarahkannya secara total untuk beribadah kepada Allah SWT semata.

Dan hanya jama”ah haji yang mampu menjauhkan diri dari perbuatan-perbuatan negatif tersebutlah yang diibaratkan Nabi SAW seperti bayi yang baru lahir ke dunia tanpa dosa.

Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang menunaikan ibadah haji, tidak rafats dan berbuat fasik, maka ia keluar dari dosa-dosanya seperti hari di saat ia dilahirkan ibunya” HR Bukhari dan Muslim.

Setelah melarang berbuat keburukan, Allah SWT membangkitkan semangat mereka untuk melakukan kebaikan seraya berfirman, “Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya”. Dilihat dan diketahui Allah merupakan jaza” qabla”l jaza”, penghargaan dan balasan dari Allah sebelum balasan yang sesungguhnya. Sehingga memotivasi seorang mukmin untuk semakin banyak memproduksi berbagai macam kebaikan.

Tips Meraih Haji Mabrur
Setiap jama”ah haji pasti berobsesi menjadi haji mabrur. Sebab, haji mabrur seperti sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya, tidak ada balasan lain untuknya kecuali surga. Tetapi, ternyata tidak semua orang yang pergi haji ke tanah suci meraih predikat haji mabrur. Hal ini sebagaimana disinyalir oleh Umar bin Khaththab RA:

“Orang-orang yang rekreasi (turis) itu banyak, sementara jama”ah haji (sejati) sedikit”.

Masih banyak jama”ah haji yang beranggapan kepergiannya ke tanah suci sebagai rekreasi, bukan perjalanan suci. Masih banyak dari mereka yang tampilannya bak wisatawan, bukan Wafdu”r Rahman (tamu Allah). Jika hal ini yang terjadi alih-alih meraih haji mabrur, justru semua biaya dan tenaga yang ia kerahkan menjadi mabur, terbang dan hilang percuma.

Karena itu, Allah SWT dalam ayat di atas memberikan tips untuk meraih haji mabrur. Yaitu dengan memerintahkan orang-orang mukmin yang akan menunaikan ibadah haji untuk mempersiapkan bekal yang memadai. Bekal itu meliputi: Az Zaad Al Maaddi (bekal materi) dan Az Zaad Ar Ruhi (bekal spiritual). Perhatikan firman-Nya, “Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa”.

Termasuk dalam bekal materi adalah biaya selama perjalanan, biaya untuk keluarga yang ditinggalkan, kesehatan jasmani dan penguasan materi manasik haji. Sementara bekal ruhi adalah ikhlas, yaitu berhaji semata-mata karena Allah. Bukan untuk bangga-banggaan dan supaya dipanggil pak haji atau bu haji. Juga optimalisasi taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Inilah esensi takwa yang merupakan sebaik-baik bekal bagi jama”ah haji. Dengan takwa perjalanan haji yang amat berat dan beresiko ini menjadi ringan dan mudah. Dengan takwa haji mabrur akan menjadi realita, bukan utopia.

source



Blogged on 9:15 AM

~~~

If you interested in content, please contact the Writer: Rusnita Saleh :

The Presentations
The Internship Services
The Publishing
The Publications & Distribution
The Learning & Consultation Services
Knowledge Sharing
Knowledge Power

Telegram Buat Dian
Secret Code
Explore the Secret Code
Knowledge Center: How to Tips
Techno-Ettiquet
Agenda Puasa
Haji & Umrah : How to books


The Stories Blog
Healthy corner
Relax Corner
Time & Learning Session

Telegram Buat Dian

Secret Code

newsaturdesk.groups.yahoo.com

Blogger

Hit Counter
Free Website Counter

online