Merokok dan Jamaah Haji jeudi, décembre 22, 2005 Sulit kah Meninggalkan Kebiasaan Merokok Jeddah-RoL -- Badan Kesehatan Dunia (WHO) setiap tahun mengampanyekan hari tanpa tembakau, satu hari khusus untuk berkampanye untuk tidak berhubungan dengan rokok dan berbagai jenis produk tembakau. Berbagai penelitian ditemukan dalam tembakau dan asap rokok sedikitnya terdapat 400 zat berbahaya bagi kesehatan manusia. Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia dan Pemerintah Indonesia melakukan hal yang sama. Hanya saja Majelis Ulama masih berbeda pendapat mengenai kebiasaan merokok, ada yang mengharamkan dan ada yang menghukumi sebagai makruh saja. Jamaah haji Indonesia setibanya di Bandara King Abdul Aziz Jeddah langsung mengambil bungkusan rokok, menyulut dan menghisapnya. Sebuah pemandangan yang mudah didapatkan di mana-mana. Di tempat tunggu pemberangkatan maupun di kedai-kedai, bahkan di tempat-tempat terlarang seperti ruangan berpendingin udara. Jamaah bahkan sudah mempersiapkan diri sebagai perbekalan yang tidak dapat ditinggalkan. Selain susah untuk mendapatkan rokok jenis kretek di Saudi Arabia, juga harganya sangat mahal. Ketika memasuki Bandara di antara barang bawaan ditemukan sejumlah besar bungkusan rokok, selain untuk keperluan sendiri juga berbagi sesama perokok. "Hak azasi," demikian dalih yang dijadikan pembenar ketika ada larangan merokok di tempat umum. Hanya saja hak orang yang tidak merokok juga memiliki hak yang sama untuk memperoleh udara segar yang terbebas dari asap tembakau. Perokok pasif demikian dampak yang diakibatkan dari menghisap udara yang tercemar asap rokok akan berakibat sama dengan para perokok aktif. Berbagai penelitian bahkan menyebutkan dampak yang ditimbulkan jauh lebih berbahaya bagi kesehatan para perokok pasif.
~~~ Tips Makanan jeudi, décembre 15, 2005 Boleh Bawa RendangMakanan sering menjadi persoalan bagi jamaah haji. Padahal jamaah haji, terutama yang ONH biasa akan berada cukup lama di Tanah Suci. Jika soal makan tak diperhatikan, dampaknya akan buruk bagi kondisi kesehatan. Jika kesehatan memburuk sudah tentu ibadah akan terganggu. Persoalan makan mulai timbul sejak di asrama haji, sesampainya di bandara, selama perjalanan ke Madinah dan Makkan, dan sesampainya di tujuan. Di asrama haji yang banyak terjadi jamaah terlambat mendapat jatah makan. Di bandara, bisa terjadi jamaah harus menunggu berjam-jam, padahal tidak ada jatah makan. Sedangkan dalam perjalanan dari Jeddah ke Madinah kadang waktu makan terlewat karena ulah sopir yang tak berhenti di pemberhentian seharusnya. Untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan itu, sebaiknya tiap jamaah menyediakan makanan kecil di tas tentengannya masing-masing. Jamaah bisa membawa persediaan biskuit, roti, kacang-kacangan, dan minuman. Selama di Tanah Suci jamaah bisa membeli makanan atau memasak sendiri. Makanan jadi bisa mudah didapat di Madinah dan Makkah. Banyak pedagang TKW Indonesia yang menawarkan makanan sampai ke depan pintu penginapan. Harganya 3 hinga 5 riyal (satu riyal sekitar Rp 3.000). Menunya, ikan atau telur dengan sayur. Jika mau makan di warung Indonesia harganya harga 5 hingga 15 riyal. Mau makan masakan Arab, kebuli, kebab, panggang sapi ayam, kambing juga boleh. Harganya di atas 5 riyal. Ingat sebelum makan ketahui dulu secara pasti berapa harganya.Selama di Arafah dan Mina, makanan disediakan. Namun jika ingin membeli juga banyak pedagang yang menyediakan. Dalam perjalanan, jangan lupa membawa makanan kecil karena sangat mungkin perjalanan ke Arafah dan kembali ke Mina memakan waktu lama. Jika jamaah ke Arafah dengan jalan kaki, jangan lupa bekali tas ransel dengan makanan dan minuman, mengantisipasi kesulitan mendapat makan di jalan. Bila tidak ingin memasak jamaah haji bisa membawa makanan yang tahan lama dari Tanah Air. Misalnya rendang, abon, dendeng, mie, sambal goreng kacang, atau makanan lainnya. Makanan khas Tanah Air ini sangat membantu untuk mempertahankan nafsu makan. Jika jamaah ingin memasak sendiri, bisa dilakukan di penginapan. Namun kondisi penginapan tak semua sama. Ada yang menyediakan dapur dan peralatan masaknya. Namun ada juga yang tak membolehkan masak di penginapan. Ada jamaah yang mengantisipasi larangan memasak di penginapan ini dengan memasak di kamar mandi. Jika ingin memasak sendiri sebaiknya dilakukan dalam kelompok. Ada pembagian tugas membawa peralatan masak. Dengan begitu beban tidak menumpuk pada satu jamaah. Perlu diingat pula, jangan membawa kompor atau magic jar dari Tanah Air. Barang-barang itu bisa mudah didapatkan di Tanah Suci. Sia-sia saja memasukkan perlengkapan tersebut ke dalam koper, karena pasti nanti akan dirazia. Bahan-bahan masakan juga bisa didapat dengan mudah di Makkah maupun Madinah. Sayuran, beras, buah, telur, ikan, daging, bisa mudah dibeli. Ada baiknya bumbu dibawa dari Tanah Air. Boleh juga membawa kecap, sambal botol, dan saus. Sebenarnya, begitu tiba di bandara Jeddah, jamaah langsung mendapat makanan kecil untuk bekal perjalanan. Begitu sampai di Wadi Quded (jika ke Madinah) atau sampai di penginapan (jika langsung ke Makkah) disediakan makan besar. Setelah itu besoknya baru makan sendiri atau disediakan, jika di Madinah. Teorinya begitu, tapi di lapangan banyak teori tak sesuai kenyataan. Sejak tahun lalu selama di Madinah jamaah disediakan makan sebanyak dua kali sehari, pagi dan malam. Pagi hari sarapan datang sekitar pukul 09.00 sampai pukul 10.00. Dan makan malam datang setelah Shalat Magrib. Namun waktu datang makanan ini tak selalu tepat. Makan pagi kadang datang molor hingga pukul 14.00. Makan malam, ada yang baru datang pukul 21.00. Tak hanya soal waktu kedatangan, menunya pun kadang bikin keki. Bersiaplah untuk mendapat menu nasi, buncis, daging kambing, atau ayam berulang-ulang. Soal rasa, jangan tanya. Yang penting dimakan saja. Untuk jamaah ONH Plus, makanan sepertinya tak menjadi persoalan. Hanya saja kadang-kadang rasanya tak selalu cocok dengan dengan lidah orang Indonesia. Jadi jangan bayangkan soto selalu berasa soto seperti yang biasa dimakan di Tanah Air. Tips makan
~~~ Haji yang Memberdayakan Yusuf Wibisono Salah satu ibadah dalam Islam yang memiliki dampak ekonomi besar adalah ibadah haji. Dengan 200 ribu jamaah haji, di Indonesia, ritual ini mampu memobilisasi dana tak kurang dari Rp 6 triliun per tahun. Namun even ekonomi besar tahunan ini tak mampu memberi dampak yang signifikan pada kehidupan ekonomi umat. Sekian puluh tahun haji dilakukan, umat tetap terpuruk dalam kemiskinan. Kenyataan ironis ini memunculkan wacana yang semakin mengental untuk mereformasi penyelenggaraan ibadah haji. Secara umum, ketidak-mampuan haji menjadi kekuatan ekonomi umat disebabkan tiga faktor. Pertama, kesalahan sistem yang menempatkan Departemen Agama (Depag) sebagai pemegang monopoli penyelenggara haji dengan menjalankan tiga peran sekaligus; sebagai regulator, operator, dan evaluator. Hal ini menimbulkan conflict of interest dan jelas-jelas bertentangan dengan prinsip good governance. Kedua, dana haji masyarakat dikelola oleh Depag yang berada di ranah publik. Lembaga pemerintah hanya boleh mengelola dana negara untuk tujuan publik. Menjadi kesalahan fatal menempatkan institusi pemerintah mengelola dana masyarakat karena akan terjadi tabrakan tujuan antara pelayanan publik dan mengejar laba. Ketiga, tidak ada grand strategy dan political will yang kuat dari pemerintah untuk menjadikan haji sebagai pendorong kebangkitan ekonomi umat. Haji selama ini hanya dipandang sebagai ritual ibadah belaka yang tidak memiliki dampak ekonomi apapun. Paradigma ini seolah dilestarikan sehingga jamaah haji kita rela dengan pelayanan ibadah haji yang sangat buruk, walau telah membayar ongkos yang mahal. Haji pun tak pernah dihubungkan dengan aktivitas ekonomi umat lainnya. Tulisan berikut ini mencoba melihat potensi ekonomi haji secara keseluruhan dan peluang implementasi-nya di Indonesia. Pembiayaan pembangunan THI akan menerima pembayaran dana haji dengan memakai sistem tabungan, sehingga akan membantu setiap umat Islam untuk menunaikan haji secara terrencana dan dengan waktu yang lebih cepat. Hal ini tidak hanya membawa implikasi positif secara agama tetapi juga secara ekonomi. Dana tabungan haji yang disetor lebih awal, dapat diinvestasikan terlebih dahulu pada sektor usaha yang aman dan sesuai dengan ketentuan syariah. Dengan demikian, dana tabungan haji akan menjadi salah satu alternatif sumber pembiayaan pembangunan jangka panjang yang murah. Dana tabungan haji yang dikelola THI akan membebaskan dana-dana jangka pendek yang selama ini dipergunakan untuk pembiayaan pembangunan jangka panjang. Dana THI juga akan menambah volume kredit tanpa menambah uang beredar, sehingga akan memberi stimulus perekonomian dengan tetap menjaga stabilitas tingkat harga. Dalam kasus Indonesia --yang mengalami defisit anggaran, dana THI dapat dipergunakan untuk membeli BUMN yang diprivatisasi pemerintah, khususnya BUMN strategis seperti Indosat dan PT Dirgantara Indonesia. Dengan demikian, kemanfaatan dana THI menjadi berlipat ganda, yaitu mengembangkan dana dalam bentuk investasi dan sekaligus mempertahankan aset penting negara. Haji dan LKS Jika hal ini dapat dilaksanakan, maka dampaknya terhadap perkembangan LKS akan sangat besar. Sebagai misal, hingga November 2004, dana yang berhasil dihimpun oleh perbankan syariah baru mencapai Rp 10,5 triliun. Bayangkan bila dana Rp 6 triliun dapat sepenuhnya dikelola di dalam bank syariah, tentu akan terjadi penambahan dana yang luar biasa bagi perbankan syariah. Dengan mobilisasi dana LKS yang semakin besar, maka dampaknya terhadap perekonomian akan semakin positif, yaitu dinamisasi sektor riil terutama usaha kecil menengah (UKM), stabilitas sektor keuangan, dan stabilitas tingkat harga. Penyelenggaraan ibadah haji banyak melibatkan berbagai komponen yang memiliki nilai ekonomi besar, sehingga berpotensi menciptakan lahan bisnis yang sangat menggiurkan. Mulai dari transportasi dari Tanah Air ke Tanah Suci, pemondokan, katering, hingga bisnis kelompok bimbingan ibadah haji (KBIH). Untuk aspek-aspek pelaksanaan haji inilah perhatian Depag banyak tercurah. Dengan posisi monopoli yang menempatkannnya sebagai ''biro perjalanan haji terbesar di dunia'', Depag telah membuat haji sebagai arena perburuan rente ekonomi tahunan oleh birokrasi dan para kroni-nya. Aroma bisnis yang kental di tangan satu pihak inilah yang selama ini menjadi arena KKN yang sangat subur. Terlebih dengan akumulasi sisa dana haji yang dilegalkan menjadi dana abadi umat (DAU), telah membuka praktik politik uang --tidak hanya di lingkungan Depag tetapi juga telah menyebar ke lingkaran kekuasaan lainnya. Hal ini tentu memprihatinkan, karena ibadah haji yang suci justru menjadi sumber praktik bisnis dan politik tidak terpuji. Dengan pendirian THI, maka THI akan menggantikan peran pelaksana ibadah haji yang selama ini dilakukan Depag. Dengan demikian, Depag akan bisa lebih fokus pada fungsi regulasi dan pengawasan yang selama ini terabaikan. Untuk memacu efisiensi, THI tidak boleh melakukan monopoli. THI harus dihadapkan pada persaingan sehat dengan menempatkan biro perjalanan haji swasta sebagai pelaksana haji pendamping. Dengan demikian, jamaah akan mendapat pelayanan prima dengan ongkos yang murah. Pada saat yang sama, peran sektor swasta teroptimalkan sehingga akan menggerakkan sektor riil. Haji dan kemiskinan Di Indonesia, kemiskinan adalah luas dan persisten. Kemiskinan adalah sumber dari semua permasalahan sosial-kemasyarakatan seperti kriminalitas, penurunan kualitas hubungan sosial, kenakalan remaja, anak-anak telantar, hingga penyalahgunaan obat terlarang. Maka di dalam Islam, menyantuni fakir miskin adalah maslahah yang bersifat qath'i, karena secara jelas disebut Alquran berulang kali. Dalam perspektif ini, tentu lebih baik untuk mengentaskan kemiskinan yang bersifat wajib daripada mendahulukan haji ulang yang hanya sunnah. Maka THI dapat menyosialisakan kepada mereka yang hendak haji ulang agar mengurungkan niatnya, karena dalam kasus Indonesia di mana kemiskinan dan masalah sosial ummat Islam lainnya yang bersifat wajib masih sangat banyak haji ulang sangat mungkin tidak lagi bernilai sunnah. Pada saat yang sama, mereka diimbau untuk menyerahkan dana haji ulang ke THI atau LSM untuk program pengentasan kemiskinan. Jika haji ulang tidak bisa dicegah, setidaknya harus ada disinsentif. Sebagai misal, bagi mereka yang ingin haji ulang diharuskan membayar setoran tabungan secara penuh di awal, namun dengan keberangkatan 4-5 tahun kemudian. Sehingga dana haji ulang ini akan tertahan lama di THI dan akan menjadi dana murah yang dapat dipergunakan untuk investasi jangka panjang, khususnya yang terkait dengan program pengentasan kemiskinan.
~~~
Sabar, sabar, dan sabar. Itu tiga nasihat yang sering diberikan pembimbing kepada calon jamaah haji sebelum berangkat Tanah Suci.Pada kenyataannya memang calon jamaah haji harus punya persediaan segunung kesabaran untuk menghadapi keadaan yang sering di luar perkiraan semula. Kesabaran calon jamaah sudah diuji saat berada di asrama haji atau bahkan saat keberangkatan. Kemacetan menuju asrama, pemeriksaan yang bertele-tele, sulitnya bertemu dengan keluarga sangat mungkin terjadi. Pemeriksaan dokumen kadang memerlukan waktu berjam-jam. Makanan di asrama belum tentu sesuai selera. Belum lagi kadang barang-barng yang masih diperlukan di asrama sudah telanjur masuk dalam koper besar. Di bandara, sering pula rencana perjalanan tak sesuai yang diharapkan. Bis kadang datang terlambat, macet di jalan, atau bahkan tak dapat tempat duduk. Masih untung kalau pesawat tak terlambat. Yang terjadi sering jamaah harus menunggu pesawat berjam-jam. Setelah pesawat mengudara, tak berarti kemungkinan kondisi di luar dugaan tak terjadi. Tahun lalu, beberapa pesawat kembali ke landasan setelah mengudara karena ada kesulitan teknis. Ada pula kejadian, seluruh jamaah yang sudah menunggu di dalam pesawat kembali turun karena pesawat mengalami kerusakan. Kemungkinan lain, pesawat sudah mengudara beberapa lama, namun harus mendarat sementara di suatu bandara karena ada kesulitan teknis. Saat mendarat di Jeddah atau Madinah, kesabaran jamaah kembali diuji. Pemeriksaan di imigrasi bisa cepat tapi juga bisa berjam-jam. Jamaah harus berdiri sambil menenteng tas memasuki pos demi pos. Belum lagi menghadapi para petugas yang sepertinya tak menghargai tamu-tamu Allah. Mencari koper juga memerlukan perjuangan yang tak kalah beratnya. Para jamaah harus mencari sendiri kopernya di tengah ratusan koper jamaah lainnya yang sama bentuk, ukuran, dan warnanya. Kadang koper dipaksa oleh petugas untuk dibuka dan disuruh mengelurkan isinya. Lepas dari keruwetan di Jeddah, hal tak terduga lain siap menunggu. Perjalanan Jeddah-Madinah yang sekitar 4.500 Km biasanya ditempuh dalam waktu sekitar lima jam. Untuk haji biasa, jamaah akan berhenti di Wadi Qudaid untuk makan. Yang terjadi sering si sopir tak berhenti di lokasi itu. Berhentinya di lokasi lain sehingga jamaah harus bayar ketika makan. Atau yang tak makan terpaksa menahan lapar di dalam bis dalam cuaca yang dingin. Tak jarang pula sopir-sopir yang membawa jamaah haji mogok, tak mau berangkat sebelum jamaah memberi tips. Masih untung kalau tibanya tepat waktu, tak jarang sopir berputar-putar karena tak tahu jalan. Sedangkan komunikasi dengan sopir tak bisa berjalan karena mereka tak bisa bahasa Inggris. Di Madinah, jamaah sering shock dengan makanan yang disediakan. Sejak tahun lalu, selama di Madinah jamaah disediakan makan. Tapi bersiaplah menghadapi kemungkinan makan datang terlambat, sudah basi, atau tak sesuai dengan selera. Kondisi penginapan juga bisa membuat jamaah geram. Kadang, bangunan empat lantai tapi tak dilengkapi lift. Ada juga yang tempat tidurnya hanya dipan, atau pintu dan jendelanya tak bisa dikunci dengan benar. Lebih kesal lagi kalau membanding-bandingkan dengan jamaah lain. Bayarnya sama kok ada yang dekat masjid dan bagus dan ada yang satu kilometer dari masjid dengan kondisi parah. Padatnya Makkah pada puncak musim haji kalau tak disikapi dengan sabar, bisa membuat jamaah stres. Segala kemungkinan yang tak diduga bisa saja terjadi. Untuk masuk ke Masjidil Haram saja membutuhkan perjuangan yang berat. Terlambat satu jam dari waktu shalat tak bisa masuk ke dalam. Untuk antre keluar masjid bisa berjalan bersingsut selama satu jam. Belum lagi soal penginapan, makanan, jadwal, dan problem kesehatan yang biasanya sudah mulai muncul. Saat wukuf di Arafah juga sering tak sesuai rencana. Yang banyak terjadi adalah kendaraan terjebak berjam-jam sehingga terlambat masuk di Arafah. Sekembali dari Arafah menuju ke Mina, bersiapkan menghadapi kemungkinan kendaran tak bisa berhenti di Muzdalifah karena saking padatntya jalan. Padahal dalam ritual haji, bermalam sebentar di Muzdalifah merupakan keharusan. Terjebak di bis dalam kondisi panas dan kesal karena tak bisa ke Muzdalifah sering menimpa jamaah. Saat melempar jumrah bersiapkan dengan kemungkinan hilang dari rombongan, kelelahan yang sangat dan berdesak-desakan. Kemungkinan lain yang banyak terjadi adalah jamaah tersesat tak tahu di mana letak tendanya. Menjelang pulang ke Tanah Air jamah juga masih akan menghadapi kondisi yang tak sesuai rencana. Tahun-tahun lalu banyak jamaah ONH plus yang terkatung-katung di bandara atau tak dapat tempat menginap di Jeddah. Menjelang naik pesawat jamaah juga tak jarang harus menahan sabar menghadapi kondisi penerbangan haji yang sangat tidak bisa diprediksi. Siapkan diri Anda menghadapi kondisi apa pun yang terjadi di Tanah Suci nanti. Untuk menghilangkan kejenuhan lebih baik membaca-baca buku panduan haji atau memperbanyak berdoa. Fokuslah pada ibadah haji yang sedang dilakukan. Anggap saja semua hal yang terjadi yang tak diiginkan itu sebagai ujian. Menggerutu dan menyesali keadaan tak banyak membantu. Yang terbaik sekali lagi adalah sabar, sabar, dan sabar. source
~~~ 10 Godaan Setan Saat Sholat jeudi, décembre 08, 2005 1)WAS WAS SAAT MELAKUKAN TAKBRATUL IHRAM
~~~ |
.:Find Me:. If you interested in content, please contact the Writer: Rusnita Saleh : .:acquaintances:.
The Presentations .:Publications:.
Telegram Buat Dian .:Others:.
The Stories Blog .:New Books:. .:talk about it:.
.:archives:.
.:credits:.
|